Makanan khas Bali Babi Guling

    

https://www.google.com/sejarah-makanan-khas-babi-guling-bali-yang-muncul-sejak-abad-19

      Babi guling adalah masakan khas Bali, dibuat dari seekor babi utuh dimana sebelum proses penggulingan isi perut dibersihkan terlebih dahulu. Sebabnya disebut dengan babi guling karena dalam proses pembuatannya, diguling-gulingkan di atas bara api. Babi guling yang telah matang ditandai oleh perubahan warna  kulit dari putih menjadi coklat kemerah-merahan. Sudana (1997) menyebut, babi guling adalah nama suatu produk olahan daging babi yang penamaannya disesuaikan dengan proses pengolahannya, yaitu karkas seekor babi utuh (tanpa direcah) dipanggang di atas bara api hingga matang secara sempurna. Mengenai sejarah perkembangan kapan babi guling itu ada belum diketahui secara pasti, tetapi menurut sumber dari kesusastraan Hindyaitu Lontar  Sundarigama yang dikutif oleh Suandra (1997) dan Suastika 2007:57). 

    Menyebutkan bahwa dalam pelaksanaan yajna yang dilakukan saat wuku wariga dapat diketahui bahwa salah satu sarana upakara yang digunakan adalah babi guling atau guling itikyang dipersembahan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa. Selanjutnya keberadaan usaha Babi Guling di desa Beng kabupaten Gianyar, awalnya dibuat oleh masyarakat hanya sebagai sarana upacara dan  untuk memenuhi kebutuhan pokok (konsumsi). Namun dalam perkembangannya berikutnya  Babi Guling ini difungsikan untuk memenuhi berbagai fungsi. Selain upacara juga  ada untuk kuliner. Dalam konteks ritual masyarakat masih percaya dengan kearifan lokal tradisi-tradisi yang dilakukan masyarakat seperti misalnya  ketika masyarakat mau menyantap babi guling “guling” yang tidak difungsikan  untuk upacara di sini ada tata cara khusus menurut kepercayaan masyarakat Bali, yaitu dengan cara lebih awal mempersembahkan bagian-bagian tubuhnya seperti : sedikit  Kaki, hidung, telinga yang dinamakan dengan istilah kuku rambut dipersembahkan ke-hadapan Ida Sang hyang Widhi Wasa  yang diyakini dapat memberikan perlindungan kepada umat manusia, dan memohon kehadapan beliau, semoga tidak mengalami musibah dalam menjalani kehidupan  sehari-hari.
Salah satu fungsi upacara itu yang menunjukkan kearifan dalam beryadnya adalah  untuk menunjukkan kepuasan psikologis. Dengan kata lain melalui penyelelenggaraan upacara Panca Yajnya menghendaki terwujudnya masyarakat   selalu ingat dengan  dengan leluhur, dengan Rsi, dengan para bhuta kala, hubungan manusia dengan manusia, dan dengan Tuhan. Fungsi religi atau upacara keagamaan adalah fungsi  yang berkaitan dengan upacara kegamaan yang dilaksanakan oleh masyarakat Bali umumnya dan masyarakat desa Pakraman Beng khususnya. Seperti misalnya dalam pelaksanaan upacara

    Panca Yadnya  masyarakat senantiasa berhadapan dengan berbagai jenis jenis bebanten dengan segala fungsinya  seperti memiliki fungsi sebagai alat konsentrasi untuk memuja Ida Hyang Widhi Wasa, ( Mas Putra 1982 :3).  Panca Yajnya  merupakan upacara kurban suci yang ditujukan kepada para leluhur, para Resi, para Bhuta Kala, kepada Tuhan, kepada manusia  dari baru lahir sampai dewasa. Segala bentuk dan jenis bebanten yang difungsikan sebagai sarana  dalam pelaksanaan dalam upacara Panca Yajnya. Konsep ini teridentifikasi dalam pelaksanaan upacara bahwa dengan mendekatkan diri dengan Ida Sang hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Masha Esa serta manifestasinya dengan jalan beryadnya  akan dapat mencapai kesucian jiwa. Sudah tentu dalam  pelaksanaan upacara  ada upakaranya yang merupakan alat penolong untuk memudahkan manusia menghubungkan dirinya dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam bentuk nyata.

Sebelum menguraikan lebih jauh  tentang proses  pelaksanaan  Panca Yadnya, diawali dengan menguraikan  pengertian tentang yadnya. Apa sebab demikian karena setiap persembahan yang dilakukan termasuk persembahan babi guling adalah merupakan bagian dari yadnya “persembahan” yang dilakukan oleh umat Hindu di Bali. Adanya para dewa adalah kerena yajna, semoga mereka menjadikan engkau demikian, dengan saling memberi engkau akan memperoleh kebajikan paling utama.  Atas dasar  yang tersirat  dalam   Bhagawad Gita di atas, bahwa manusia diciptakan berdasarkan yajna, dan juga wajib melaksanakan yadnya dan memelihara alam  semesta. Masyarakat Hindu di Bali dalam kehidupan sehari-harinya selalu berpedoman pada ajaran Agama Hindu warisan para lelulur Hindu di Bali terutama dalam pelaksanaan upacara ritual dalam Falsafah Tri Hita Karana.
https://ceraken.baliprov.go.id/detail/be-guling






Comments

Popular posts from this blog

WISATA DI MALANG

Makanan Tradisional Jogja Bakpia